Buang pisang di kebun kecil kami raib diserobot pencuri. Kepada kami cuma ditinggalkan bekas-bekasnya, ceceran kotoran bekas cacahan di mana-mana. Semakin kami pandangi aneka kotoran ini semakin kami merasa terintimidasi. Mencuri ya mencuri, tetapi ya jangan sambil meledek seperti ini. Kotoran itu, seperti sengaja diacak-acak sedemikian rupa agar efek kehilangan ini lebih terasa. Maka setiap memandangi serpihan itu, yang terbayang adalah serpihan hati kami sendiri.
Tetapi yang disebut kami itu sebetulnya cukup diwakili oleh Bapak saya. Kebun sepetak itu adalah ladang kembegiraan di masa tuanya. Beliau pula yang merawat, mencintai dan memeperlakukan kebun itu sebagai teman di hari tuanya, tak terkecuali pisang yang hilang itu. Setiap detail pertumbuhan pisang ini, tidak lepas dari pengamatannya. Ketika ia sudah mulai berbunga dan menongolkan jantungnya, Bapak berkabar dengan gembira. ''Pisang di kebun kita mulai ada hasilnya,'' katanya waktu itu.
Pisang ini melulu yang ia bicarakan setiap saya berkunjung kepadanya. ''Sudah mulai muncul buahnya,'' kata Bapak. ''Kau perlu menengoknya,'' tambahnya. Saya biasanya selalu mengiyakan dan pura-pura gembira terhadap tema ini walau pikiran saya sebetulnya mengembara ke mana-mana. Ke sejumlah pekerjaan yang belum usai, ke rencana-rencana yang masih terbengkalai, ke target-target hidup yang memenuhi benak. Maka persoalan pisang itu pasti menjadi tema yang menyebalkan jika yang berbicara bukan bapak saya.
Di hari-hari berikutnya, pisang ini lagi yang menjadi tema wajib dialog kami. ''Ia telah membesar. Beberapa minggu lagi telah bisa dipotong. Tengoklah kalau ada waktu,'' katanya. Lama-lama saya penasaran juga. Toh jarak kebun itu hanya sekelebatan dari rumah, maka tak ada salahnya menengok buah yang menjadi isu terpanas dalam keluarga besar kami. Woo boleh juga. Ranum, mulus, dan penuh. Buah ini tumbuh sempurna dan dari pisang jenis kesukaan saya pula. Kini ganti sayalah yang bersemagat bicara tentang pisang ini. ''Ini panen pertama sejak kebun ini jadi milik kita,'' kata saya kepada istri. ''Nanti ajak anak-anak menengoknya,'' kata istri. ''Tengok sekarang juga!'' teriak anak-anak. Pisang ini, telah menjadi kegemparan di rumah kami. Sampai kemudian hari penentuan itu tiba….
Kami telah menghitung hari. Bapak adalah pihak yang pasti amat cermat soal ini. Mulai dari membangun rumah, menentukan hari perkimpoian saya, sampai hari kapan menegur buah pisang, tak pernah lepas dari hitung-hitungan ''hari baik'' Bapak. Tetapi mungkin karena saking telitinya menghitung, Bapak malah kalah cepat dengan pencuri yang ternyata juga memiliki hari baiknya sendiri. Pisang kebanggaan kami lenyap, dan yang tinggal hanya cacahan kotoran di sana-sini. Saya melihat Bapak yang terpukul dan amat kecewa.
Saya mengerti betul kekecewaan jenis ini. Karena ada saja pagar-pagar yang lebih baik dibiarkan kosong, padahal ia bisa dirembeti oleh tanaman anggur, tetapi batal dilakukan cuma karena jika ia berbuah, kita khawatir kalah cepat dengan pencuri. Ada seorang yang memlih menebang pohon buahnya, karena tak tahan melihat betapa pohon ini tak pernah tenteram dari gangguan. Katimbang diganggu, lebih baik sama sekali tidak menanam. Dari pada sakit hati, lebih baik semuanya tidak makan. Begitulah kejamnya kekecewaan ini, sehingga seseorang merasa lebih tidak menanam sama sekali, dan puncaknya; lebih baik sama-sama tidak makan!
Saya dan Bapak saya pasti juga tidak terlepas dari kekecewaan semacam ini. Cuma kami berdua sepakat untuk saling menyemangati, ayo tanam lagi, meskipun akhirnya cuma untuk dicuri lagi. Karena jika jika seseorang enggan membangun cuma karena takut rusak, enggan mandi cuma karena takut kotor lagi, ogah makan cuma karena pasti lapar lagi, bumi bisa berhenti berputar dan kehidupan akan macet.
Maka pisang yang hilang ini membuat kami malah menjadi semangat sekali. Belum pernah terjadi dalam hidup kami, pencuri malah menyemangati kami seperti ini!
Text widget
Blog Created by Sarman P.Sagala. Powered by Blogger.
Popular Posts
-
Nongkrong malam di Tung Tau Tung Tau begitulah namanya diambil dari nama belakang pendiri Tung Tau akoh Mr. Fung Tung Tau dan Warung ...
-
Cerita Kali ini saya akan memberikan sejumlah Pendem (Kuburan dalam Bahasa Bangka) yang berada di Tengah Kota Pangkalpinang Kerkhof, ten...
-
Konon ini adalah salah satu status Facebook dari bang'Gonzales sebelum pertandingan Final AFF Indonesia vs Malaysia .... pokoknya Gokil ...
-
Kali ini saya ingin menampilkan Pesona Tersembunyi dari Perjalanan Fotograf saya di Jembatan Baturusa yang terletak di Kecamatan Merawang,...
-
Pelayan aneh Dari taufan@satelindo.co.id : Seorang pria masuk ke sebuah rumah makan dan duduk di satu-satunya meja yang tersisa. Setelah dud...
-
Prosesi Pernikahanku Pernikahan , yah pernikahan itu impian setiap manusia yang masih sendiri. Dan bagi saya pernikahan itu telah terja...
-
Edisi Hunting Photo Memang Gak ada matinya, pada tulisan kali ini saya mencoba menampilkan hasil Photo Photo Hunting saya di Ja...
-
Sungailiat kota Berteman (Bersih Tertib dan Aman) kota kecil yang ada di pulau Bangka Ini Menawarkan kehangatan Sore dan Malam yang Indah...
-
Menjadi “sama dan serupa” dengan remaja lain merupakan keinginan dari semua remaja. Saya ingat benar bagaimana sebagai seorang remaja dalam ...
-
Our Father in Heaven (Bapa Kami yang di Surga) Our Father who art in heaven, hallowed be thy name. Thy kingdom come. Thy will be done on ea...
0 komentar:
Yang Berkunjung, Wajib Komentar