Tentang Teman (Sebuah Kutipan)
Kisah Sang Bapak (Sebuah Kutipan)
Langkah-langkah Untuk Sukses
1. Bertahan terhadap tekanan
2. Kembangkanlah kebiasaan yg baik
3. Belajar dari kegagalan
4. Belajarlah dari orang lain
5. Miliki ketetapan hati untuk mencapai sasaran yg tinggi jangan mencari alasan tuk membenarkan kelemahan kamu, tapi taklukanlah kelemahan itu
Selamat berjuang.............:-)
Hikayat Abu Nawas dan Lelaki Kikir
Kembalinya Anak Cacat
Vietnam pada 4 th yang lampau dan sejak 3 tahun yang terakhir, orang tuanya tidak pernah menerima kabar lagi dari putera tunggalnya tsb. Sehingga diduga bahwa anaknya gugur dimedan perang. Anda bisa membayangkan betapa bahagianya perasaan Ibu tsb. Dalam telegram tsb tercantum bahwa anaknya akan pulang besok.
Esok harinya telah disiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan putera tunggal kesayangannya, bahkan pada malam harinya akan diadakan pesta khusus untuk dia, dimana seluruh anggota keluarga maupun rekan2 bisnis dari suaminya diundang semua. Maklumlah suaminya adalah Direktur Bank Besar yang terkenal diseluruh ibukota. Siang harinya si Ibu menerima telepon dari anaknya yang sudah berada
di airport.
Si Anak: “Bu bolehkah saya membawa kawan baik saya?” Ibu: “Oh sudah tentu, rumah kita cuma besar dan kamarpun cukup banyak, bawa saja, jangan segan2 bawalah!” Si Anak: “Tetapi kawan saya adalah seorang cacad, karena korban perang di Vietnam?”
Ibu: “……oooh tidak jadi masalah, bolehkah saya tahu, bagian mana yang cacad? ” - nada suaranya sudah agak menurun
Si Anak: “Ia kehilangan tangan kanan dan kedua kakinya!” Si Ibu dengan nada agak terpaksa, karena si Ibu tidak mau mengecewakan anaknya: “Asal hanya untuk beberapa hari saja, saya kira
tidak jadi masalah?” Si Anak: “…tetapi masih ada satu hal lagi yang harus saya ceritakan sama Ibu, kawan saya itu wajahnya juga turut rusak begitu juga kulitnya, karena sebagian besar hangus terbakar, maklumlah pada saat ia mau menolong kawannya ia menginjak ranjau, sehingga bukan tangan dan kakinya saja yang hancur melainkan seluruh wajah dan tubuhnya turut terbakar!”
Si Ibu dengan nada kecewa dan kesal: “Na…ak lain kali saja kawanmu itu diundang kerumah kita, untuk sementara suruh saja ia tinggal di hotel, kalau perlu biar saya yang bayar nanti biaya penginapannya!” Si Anak: “…tetap ia adalah kawan baik saya Bu, saya tidak ingin pisah dari dia!” Si Ibu: “Cobalah renungkan olehmu nak, ayah kamu adalah seorang konglomerat yang ternama dan kita sering kedatangan tamu para pejabat tinggi maupun orang2 penting yang berkunjung kerumah kita, apalagi nanti malam kita akan mengadakan perjamuan malam bahkan akan dihadiri oleh seorang menteri, apa kata mereka apabila mereka nanti melihat tubuh yang cacad dan wajah yang rusak. Bagaimana pandangan umum dan bagaimana lingkungan bisa menerima kita nanti? Apakah tidak akan menurunkan martabat kita bahkan jangan2 nanti bisa merusak citra binis usaha dari ayahmu nanti.”
Tanpa ada jawaban lebih lanjut dari anaknya telepon diputuskan dan ditutup. Orang tua dari kedua anak tsb maupun para tamu menunggu hingga jauh malam ternyata anak tsb tidak pulang, ibunya mengira anaknya marah, karena tersinggung, disebabkan temannya tidak boleh datang berkunjung kerumah mereka.
Jam tiga subuh pagi, mereka mendapat telepon dari rumah sakit, agar mereka segera datang kesana, karena harus mengidetifitaskan mayat dari orang yang bunuh diri. Mayat dari seorang pemuda bekas tentara Vietnam, yang telah kehilangan tangan dan kedua kakinya dan wajahnyapun telah rusak karena kebakar. Tadinya mereka mengira bahwa itu adalah tubuh dari teman anaknya, tetapi kenyataannya pemuda tsb
adalah anaknya sendiri! Untuk membela nama dan status akhirnya mereka kehilangan putera tunggalnya!
Pengakuan Dosa
panggilan untuk pertemuan mendadak, karena tidak mungkin meninggalkan
pekerjaannya, si pendeta meminta tolong kepada temannya seorang rabbi untuk
menggantikan.
Si Rabbi mengatakan bahwa ia tidak tahu sedikitpun tentang pengakuan dosa.
Pendeta mengajak si Rabbi untuk ikut dengannya dan memperhatikan apa yang si
pendeta lakukan. Akhirnya mereka berada di dalam kamar pengakuan dosa.
Tidak lama kemudian masuklah orang pertama.
Orang I : Pak pendeta....saya ingin mengaku dosa
Pendeta : Apa yang telah engkau lakukan ?
Orang I : Aku telah berzina
Pendeta : Berapa Kali ?
Orang I : Tiga kali
Pendeta : Ucapkan pujian pada Bunda Maria, masukkan Rp.50.000,00 ke kotak
sumbangan dan dosamu telah diampuni
Orang I : Terima kasih... dan orang tersebut pergi
Kemudian masuk lagi orang kedua dan percakapanpun dimulai..
Orang II : Pak pendeta....saya ingin mengaku dosa
Pendeta : Apa yang telah engkau lakukan ?
Orang II : Aku telah berzina
Pendeta : Berapa Kali ?
Orang II : Tiga kali
Pendeta : Ucapkan pujian pada Bunda Maria, masukkan Rp.50.000,00 ke kotak
sumbangan dan dosamu telah diampuni
Orang II : Terima kasih...
Si Rabbi akhirnya mengerti dan memahami caranya, karena merasa yakin bahwa
si Rabbi sudah bisa melakukannya, si Pendeta pun pergi menghadiri pertemuan
penting.
Beberapa saat kemudian masuklah orang ketiga..
Orang III: Pak pendeta....saya ingin mengaku dosa
Rabbi : Apa yang telah engkau lakukan ?
Orang III: Aku telah berzina
Rabbi : Berapa Kali ?
Orang III: Satu kali
Rabbi : Lakukanlah dua kali lagi, dan kembali kesini dengan uang Rp. 50.000,00
Buah Pisang yang Hilang
Tetapi yang disebut kami itu sebetulnya cukup diwakili oleh Bapak saya. Kebun sepetak itu adalah ladang kembegiraan di masa tuanya. Beliau pula yang merawat, mencintai dan memeperlakukan kebun itu sebagai teman di hari tuanya, tak terkecuali pisang yang hilang itu. Setiap detail pertumbuhan pisang ini, tidak lepas dari pengamatannya. Ketika ia sudah mulai berbunga dan menongolkan jantungnya, Bapak berkabar dengan gembira. ''Pisang di kebun kita mulai ada hasilnya,'' katanya waktu itu.
Pisang ini melulu yang ia bicarakan setiap saya berkunjung kepadanya. ''Sudah mulai muncul buahnya,'' kata Bapak. ''Kau perlu menengoknya,'' tambahnya. Saya biasanya selalu mengiyakan dan pura-pura gembira terhadap tema ini walau pikiran saya sebetulnya mengembara ke mana-mana. Ke sejumlah pekerjaan yang belum usai, ke rencana-rencana yang masih terbengkalai, ke target-target hidup yang memenuhi benak. Maka persoalan pisang itu pasti menjadi tema yang menyebalkan jika yang berbicara bukan bapak saya.
Di hari-hari berikutnya, pisang ini lagi yang menjadi tema wajib dialog kami. ''Ia telah membesar. Beberapa minggu lagi telah bisa dipotong. Tengoklah kalau ada waktu,'' katanya. Lama-lama saya penasaran juga. Toh jarak kebun itu hanya sekelebatan dari rumah, maka tak ada salahnya menengok buah yang menjadi isu terpanas dalam keluarga besar kami. Woo boleh juga. Ranum, mulus, dan penuh. Buah ini tumbuh sempurna dan dari pisang jenis kesukaan saya pula. Kini ganti sayalah yang bersemagat bicara tentang pisang ini. ''Ini panen pertama sejak kebun ini jadi milik kita,'' kata saya kepada istri. ''Nanti ajak anak-anak menengoknya,'' kata istri. ''Tengok sekarang juga!'' teriak anak-anak. Pisang ini, telah menjadi kegemparan di rumah kami. Sampai kemudian hari penentuan itu tiba….
Kami telah menghitung hari. Bapak adalah pihak yang pasti amat cermat soal ini. Mulai dari membangun rumah, menentukan hari perkimpoian saya, sampai hari kapan menegur buah pisang, tak pernah lepas dari hitung-hitungan ''hari baik'' Bapak. Tetapi mungkin karena saking telitinya menghitung, Bapak malah kalah cepat dengan pencuri yang ternyata juga memiliki hari baiknya sendiri. Pisang kebanggaan kami lenyap, dan yang tinggal hanya cacahan kotoran di sana-sini. Saya melihat Bapak yang terpukul dan amat kecewa.
Saya mengerti betul kekecewaan jenis ini. Karena ada saja pagar-pagar yang lebih baik dibiarkan kosong, padahal ia bisa dirembeti oleh tanaman anggur, tetapi batal dilakukan cuma karena jika ia berbuah, kita khawatir kalah cepat dengan pencuri. Ada seorang yang memlih menebang pohon buahnya, karena tak tahan melihat betapa pohon ini tak pernah tenteram dari gangguan. Katimbang diganggu, lebih baik sama sekali tidak menanam. Dari pada sakit hati, lebih baik semuanya tidak makan. Begitulah kejamnya kekecewaan ini, sehingga seseorang merasa lebih tidak menanam sama sekali, dan puncaknya; lebih baik sama-sama tidak makan!
Saya dan Bapak saya pasti juga tidak terlepas dari kekecewaan semacam ini. Cuma kami berdua sepakat untuk saling menyemangati, ayo tanam lagi, meskipun akhirnya cuma untuk dicuri lagi. Karena jika jika seseorang enggan membangun cuma karena takut rusak, enggan mandi cuma karena takut kotor lagi, ogah makan cuma karena pasti lapar lagi, bumi bisa berhenti berputar dan kehidupan akan macet.
Maka pisang yang hilang ini membuat kami malah menjadi semangat sekali. Belum pernah terjadi dalam hidup kami, pencuri malah menyemangati kami seperti ini!
Sepasang Sepatu Sports
remaja.
Saya ingat benar bagaimana sebagai seorang remaja dalam tahun 1963 saya
merasa harus memiliki sepasang sepatu sport mutakhir yang sedang “in”.
Persoalannya, bulan lalu saya baru saja membeli sepasang sepatu kulit.
Tapi, sepatu sport benar benar sedang mode, oleh sebab itu saya datang
kepada ayah minta bantuannya.
“Saya perlu sedikit uang untuk sepatu sport”, ujar saya suatu petang di
bengkel di mana ayah saya bekerja sebagai montir.
“Willie” ayah kelihatannya terkejut.
“Sepatumu baru berumur satu bulan, tapi Mengapa kini kau perlukan sepatu
baru?”
“Setiap orang memakai sepatu sport yah!”
“Sangat boleh jadi nak, Namun hal tersebut tidak menjadikan ayah mudah
membayar sepatu sport ”
Gaji ayah kecil dan sering tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari
hari.
“Ayah, saya tampak seperti bloon memakai sepatu jenis ini ” kataku sambil
menunjuk kepada sepasang sepatu oxford baru.
Ayah memandang dalam dalam ke mataku.
Kemudian ia menjawab, “Begini saja, Kau pakai sepatu ini satu hari
lagi.Besok, di sekolah, perhatikan semua sepatu dari kawan-kawanmu. Bila
seusai sekolah kau masih berkeyakinan bahwa sepatumu paling butut
dibandingkan sepatu kawan kawanmu, ayah akan memotong uang belanja ibumu dan
membelikanmu sepasang sepatu sports”
Dengan gembira saya pergi ke sekolah, keesokan paginya, penuh keyakinan
bahwa hari itu merupakan hari terakhir bagiku mamakai sepatu oxford yang
ketinggalan jaman ini.
Saya lakukan apa yang ayah perintahkan saya lakukan, namun tidak, saya
ceritakan apa yang saya lihat secara teliti.
Sepatu coklat, sepatu hitam, sepatu tennis yang sudah kusam, semua menjadi
pusat perhatianku.
Pada petang hari, saya memiliki perbendaharaan dalam ingatanku betapa
banyaknya teman teman di sekolah yang juga memakai sepatu bukan sport,
bahkan sepatu - sepatu rusak, berlobang, menganga dan lain lain bentuk yang
sudah mendekati kepunahan sebagai alat pelindung kaki.
Namun banyak juga yang memakai sepatu sport yang gagah, yang senantiasa
berdetak detik penuh gaya bila si pemiliknya menghentakkannya dengan gagah
perkasa.
Setelah sekolah usai, saya berjalan cepat ke bengkel di mana ayah bekerja.
Saya hampir yakin bahwa Senin depan saya juga akan masuk kelompok yang
sedang “in”
Setiap saya menghentakkan tumit saya di jalan, saya membayangkan telah
memakai sepatu sport idaman saya.
Bengkel sepi sekali saat itu. Suara yang terdengar hanya denting-denting
metal dari kolong sebuah chevy tua buatan tahun 1956.
Udara berbau oli, namun pada hemat penciuman saya, asyik sekali.
Hanya seorang langganan sedang menunggu ayah yang sedang bergulat di kolong
chevy tua itu.
“Pak Alva” tanya saya kepada langganan yang sedang menunggu, “masih
lamakah?”
“Entah Will. Kau tahu sifat ayahmu. Ia sedang membongkar persneling, namun
bila ia mendapatkan adanya bagian lain yang tidak beres, ia akan
menyelesaikannya juga.”
Saya bersandar pada mobil abu abu itu.
Apa yang bisa saya lihat hanyalah sepasang kaki ayah yang menjulur keluar
dari kolong mobil.
Sambil menjentik jentik lampu belakang chevy, secara tidak sadar saya
menatap kepada kaki ayah.
Celana kerjanya berwarna biru tua, kusam dan lengket terkena oli, lusuh
pula.
Sepatunya, berwarna putih tua…. ah ….bukan hitam muda……, dan sungguh
sungguh butut, sebagaimana mestinya sepatu seorang montir.
Sepatu kirinya sudah tidak bersol, dan bagian kanan masih memiliki sepotong
kecil kulit tipis, yang dahulu bernama sol. Di ujungnya, sebaris staples
menggigit kedua belah kulit kencang kencang, mencegah jempol kakinya
mengintip keluar. Tali sepatunya beriap riap, dan sebuah lubang
memperlihatkan sebagian dari jari kelingkingnya yang terbalut kaus katun.
“Sudah pulang nak? “ayah keluar dari kolong mobil.
“Yes sir” kataku.
“Kau lakukan apa yang kuperintahkan hari ini?”
“Yes sir”
“Nah, apa jawabmu ?” la memandangku, seolah olah tahu apa yang akan saya
ucapkan.
“Saya tetap ingin sepatu sport ” Saya berkata tegas, dan berusaha setengah
mati untuk tidak memandang kepada sepatu ayah.
“Kalau begitu, ayah harus potong uang belanja ibumu…..”
“Mengapa tidak pergi dan membelinya sekarang?” lalu ayah mengeluarkan
selembar $ 10. dan memancing uang receh untuk mencari 30 sen guna membayar
3% pajak penjualannya.
Saya menerima uang itu dan segera berangkat ke pusat pertokoan, dua blok
dari bengkel di mana ayah bekerja.
Di depan sebuah etalase, saya berhenti untuk melihat apakah sepatu sportku
masih dipajang disana. Ternyata masih! $9.95.
Namun uang saya tidak akan cukup bila saya harus membeli paku paku yang akan
dipakukan pada solnya dan menimbulkan suara klak klik yang gagah.
Saya pikir, untuk lari ke rumah dan minta bantuan dana dari mama, sebab
tidak mungkin kembali kepada ayah dan minta kekurangannya.
Pada saat saya teringat kepada ayah, sepatu tuanya tampak membayang
melintasi kedua mataku.
Jelas tampak kebututannya, sisinya yang compang camping, paku paku yang
telah mengintip keluar dan sebaris staples yang umumnya dipakai untuk
menjepit kertas.
Sepatu kulit usang yang dipakainya untuk menghidupi keluarganya.
Pada waktu musim dingin yang menggigit, sepatu yang sama dipakainya
melintasi jalan jalan yang dingin, menuju kepada mobil mobil yang mogok.
Namun ayah tidak pernah mengeluh.
Terpikir olehku, betapa banyaknya benda benda yang seharusnya dibutuhkan
ayah, namun tidak dimilikinya, semata mata agar saya mendapatkan apa yang
saya ingini.
Dan kementerengan sepatu sport yang ada di balik kaca etelase di hadapanku
mulai memudar.
Apa jadinya bila ayah bersikap sepertiku.
Sepatu jenis apa yang saat ini kupakai, bila ayahku bersikap seperti saya
bersikap.
Saya masuk ke dalam toko sepatu itu.
Sebuah rak besar terpampang megah, penuh berisikan sepatu sport yang sungguh
keren.
Di sampingnya, terdapat sebuah rak lain, dengan sebingkai tulisan “obral
besar. 50% discount”.
Dibawah bingkai itu tergeletak sepatu sepatu semodel sepatu ayah, beberapa
generasi lebih muda, tentunya.
Otakku bermain ping pong. Mula mula sepatu ayah yang butut.
Dan sekarang sepatu baru. Pikiran tentang: menjadi “in” dan seirama dengan
remaja lain di sekolah.
Dan kemudian pikiran tentang ayah,…. telah mengalahkannya.
Saya mengambil sepatu ukuran 42 dari rak yang berdiscount.
Dengan segera berjalan ke arah meja kasir, ditambah pajak, jadilah bilangan
$ 6.13.
Saya kembali ke bengkel dan meletakkan sepatu baru ayah di atas kursi di
mobilnya.
Saya mendapatkan ayah dan mengembalikan uang kembalian yang masih tersisa.
“Saya pikir harganya $ 9.95? kata ayah.
“Obral” kataku pendek.
Saya mengambil sapu, dan mulai membantu ayah membersihkan bengkel.
Pukul lima sore, ia memberi tanda bahwa bengkel harus ditutup dan kami harus
pulang.
Ayah mengangkat kotak sepatu ketika kami masuk ke dalam mobilnya.
Ketika ia membuka kotak itu, ia hanya dapat memandang tanpa mengucapkan
sepatah katapun.
Ia memandang kepada sepatu itu lama-lama, kemudian kepadaku.
“Saya pikir kau membeli sepatu sport”, katanya pelan.
“Sebetulnya ayah, … tapi …. Saya tak sanggup meneruskannya.
Bagaimana saya harus menjelaskannya bahwa saya sungguh ingin menjadi
seperti ayah?
Dan bila saya tumbuh menjadi dewasa, saya sungguh ingin menjadi seperti
orang baik ini, yang Tuhan berikan kepada saya sebagai ayah saya.
Ayah meletakkan tangannya pada bahu saya, dan kami saling memandang untuk
waktu sesaat.
Tidak ada kata kata yang perlu dikatakan. Ayah menstarter mobil, dan kami
pulang.
Terima kasih Tuhan, karena engkau telah memberiku seorang ayah yang baik dan
bertanggung jawab.
Aku Menangis untuk Adikku 6 Kali
Hari demi
hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,
dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik,
tiga tahun lebih muda dariku.
Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis
di
sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen
dari laci
ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku
berlutut di
depan tembok,
dengan sebuah tongkat bambu di tangannya. "Siapa yang mencuri uang
itu?"
Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah
tidak
mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, "Baiklah, kalau
begitu, kalian
berdua layak dipukul!" Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.
Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan
berkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"
Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah
begitu
marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau
kehabisan
nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan
memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal
memalukan
apa lagi yang akan kamulakukan di masa mendatang? ...
Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"
Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya
penuh
dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata
setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis
meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan
berkata,
"Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."
Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup
keberanian
untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi
insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak
pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku.
Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.
Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk
masuk ke
SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk
masuk ke
sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman,
menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya
memberengut, "Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu
baik...hasil
yang begitu baik..."
Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa
gunanya?
Bagaimana mungkin kita bisa membiayai
keduanya sekaligus?"
Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan
berkata, "Ayah,
saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah
cukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya dan memukul
adikku
pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat
lemahnya?
Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan
menyekolahkan
kamu berdua sampai selesai!"
Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk
meminjam
uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku
yang
membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harus meneruskan
sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang
kemiskinan
ini." Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan
ke
universitas.
Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku
meninggalkan
rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang
sudah
mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan
secarik
kertas di atas bantalku: "Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah.
Saya
akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."
Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis
dengan
air mata bercucuran sampai suaraku hilang.
Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.
Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang
adikku
hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi
konstruksi, aku
akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas).
Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku
masuk dan
memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusun
menunggumu di luar sana!"
Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar,
dan
melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor
tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamu tidak
bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab,
tersenyum,
"Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika
mereka tahu
saya adalah adikmu?
Apa mereka tidak akan menertawakanmu?"
Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-
debu
dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, "Aku
tidak
perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu
adalah
adikku
bagaimana pun penampilanmu..."
Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-
kupu. Ia
memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan,
"Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga
harus
memiliki satu." Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku
menarik
adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.
Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.
Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah
telah
diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana.
Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan
ibuku.
"Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk
membersihkan
rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu
adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini.
Tidakkah kamu
melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela
baru
itu.."
Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus,
seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada
lukanya
dan mebalut lukanya. "Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya. "Tidak,
tidak
sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu
berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku
bekerja dan..."
Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku
memunggunginya,
dan air mata mengalir deras turun ke wajahku.
Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.
Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku
mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal
bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan,
sekali
meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa.
Adikku
tidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan
menjaga ibu dan ayah di sini."
Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku
mendapatkan
pekerjaan sebagai manajer pada departemen
pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras
memulai
bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah
kabel,
ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku
dan aku
pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu,
"Mengapa kamu menolak
menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu
yang
berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius.
Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"
Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya.
"Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur, dan
saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti
itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?"
Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang
sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan juga
karena aku!" "Mengapa membicarakan masa lalu?" Adikku menggenggam
tanganku.
Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani
dari
dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara
perayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormati dan
kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."
Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan
tidak
dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD, ia
berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan
selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke
rumah. Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.
Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu
saja dan
berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu
gemetaran
karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang
sumpitnya.
Sejak hari itu,
saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku
dan baik
kepadanya."
Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan
perhatiannya
kepadaku.
Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, "Dalam hidupku,
orang yang
paling aku berterima kasih adalah adikku." Dan
dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan
perayaan
ini, air mata bercucuran turun dari wajahku
seperti sungai.
PERANGKAP TIKUS
Ternyata, salah satu yang dibeli oleh petani ini adalah Perangkap Tikus. Sang tikus kaget bukan kepalang.
Ia segera berlari menuju kandang dan berteriak
" Ada Perangkap Tikus di rumah....di rumah sekarang ada perangkap tikus...."
Ia mendatangi ayam dan berteriak " ada perangkap tikus"
Sang Ayam berkata " Tuan Tikus..., Aku turut bersedih, tapi itu tidak berpengaruh terhadap diriku"
Sang Tikus lalu pergi menemui seekor Kambing sambil berteriak.
Sang Kambing pun berkata " Aku turut ber simpati...tapi tidak ada yangbisa aku lakukan"
Tikus lalu menemui Sapi. Ia mendapat jawaban sama.
" Maafkan aku. Tapi perangkap tikus tidak berbahaya buat aku sama sekali"
Ia lalu lari ke hutan dan bertemu Ular. Sang ular berkata
" Ahhh...Perangkap Tikus yang kecil tidak akan mencelakai aku"
Akhirnya Sang Tikus kembali kerumah dengan pasrah mengetahui kalau ia akan menghadapi bahaya sendiri.
Suatu malam, pemilik rumah terbangun mendengar suara keras perangkap tikusnya berbunyi menandakan telah memakan korban. Ketika melihat perangkap tikusnya, ternyata seekor ular berbisa. Buntut ular yang terperangkap membuat ular semakin ganas dan menyerang istri pemilikrumah. Walaupun sang Suami sempat membunuh ular berbisa tersebut, sang istri tidak sempat diselamatkan.
Sang suami harus membawa istrinya kerumah sakit dan kemudian istrinya sudah boleh pulang namun beberapa hari kemudian istrinya tetap demam.
Ia lalu minta dibuatkan sop ceker ayam (kaki ayam) oleh suaminya.
(kita semua tau, sop ceker ayam sangat bermanfaat buat mengurangi demam)
Suaminya dengan segera menyembelih ayamnya untuk dimasak cekernya.
Beberapa hari kemudian sakitnya tidak kunjung reda. Seorang temanmenyarankan untuk makan hati kambing.
Ia lalu menyembelih kambingnya untuk mengambil hatinya.
Masih, istrinya tidak sembuh-sembuh dan akhirnya meninggal dunia.
Banyak sekali orang datang pada saat pemakaman.
Sehingga sang Petani harus menyembelih sapinya untuk memberi makan orang-orang yang melayat.
Dari kejauhan...Sang Tikus menatap dengan penuh kesedihan.
Beberapa hari kemudian ia melihat Perangkap Tikus tersebut sudah tidak digunakan lagi.
SO...KALAU SUATU HARI..
KETIKA ANDA MENDENGAR SESEORANG DALAM KESULITAN DAN MENGIRA ITU BUKAN URUSAN ANDA...
PIKIRKANLAH SEKALI LAGI!!!!
Menghukum tanpa Kekerasan
Gandhi)
Waktu itu Arun masih berusia 16 tahun dan tinggal bersama orang tua disebuah
lembaga yang didirikan oleh kakeknya yaitu Mahatma Gandhi, di tengah-tengah
kebun tebu, 18 mil di luar kota Durban, Afrika selatan. Mereka tinggal jauh
di pedalaman dan tidak memiliki tetangga. Tidak heran bila Arun dan dua
saudara perempuannya sangat senang bila ada kesempatan pergi ke kota untuk
mengunjungi teman atau menonton bioskop.
Suatu hari ayah Arun meminta Arun untuk mengantarkan ayahnya ke kota untuk
menghadiri konferensi sehari penuh. Dan Arun sangat gembira dengan
kesempatan ini. Tahu bahwa Arun akan pergi ke kota, ibunya memberikan daftar
belanjaan untuk keperluan sehari-hari. Selain itu, ayahnya juga minta untuk
mengerjakan pekerjaan yang lama tertunda, seperti memperbaiki mobil di
bengkel.
Pagi itu, setiba di tempat konferensi, ayah berkata, "Ayah tunggu kau disini
jam 5 sore. Lalu kita akan pulang ke rumah bersama-sama. ". Segera Arun
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan ayahnya.
Kemudian, Arun pergi ke bioskop, dan dia benar-benar terpikat dengan dua
permainan John Wayne sehingga lupa akan waktu. Begitu melihat jam
menunjukkan pukul 17:30, langsung Arun berlari menuju bengkel mobil dan
terburu-buru menjemput ayahnya yang sudah menunggunya sedari tadi. Saat itu
sudah hampir pukul 18:00.
Dengan gelisah ayahnya menanyakan Arun "Kenapa kau terlambat?".
Arun sangat malu untuk mengakui bahwa dia menonton film John Wayne sehingga
dia menjawab "Tadi, mobilnya belum siap sehingga saya harus menunggu".
Padahal ternyata tanpa sepengetahuan Arun, ayahnya telah menelepon bengkel
mobil itu. Dan kini ayahnya tahu kalau Arun berbohong.
Lalu Ayahnya berkata, "Ada sesuatu yang salah dalam membesarkan kau sehingga
kau tidak memiliki keberanian untuk menceritakan kebenaran kepada ayah.
Untuk menghukum kesalahan ayah ini, ayah akan pulang ke rumah dengan
berjalan kaki sepanjang 18 mil dan memikirkannya baik- baik.".
Lalu, Ayahnya dengan tetap mengenakan pakaian dan sepatunya mulai berjalan
kaki pulang ke rumah. Padahal hari sudah gelap, sedangkan jalanan sama
sekali tidak rata. Arun tidak bisa meninggalkan ayahnya, maka selama lima
setengah jam, Arun mengendarai mobil pelan-pelan dibelakang beliau, melihat
penderitaan yang dialami oleh ayahnya hanya karena kebodohan bodoh yang Arun
lakukan.
Sejak itu Arun tidak pernah akan berbohong lagi.
*Pernyataan Arun:*
"Sering kali saya berpikir mengenai episode ini dan merasa heran. Seandainya
Ayah menghukum saya sebagaimana kita menghukum anak-anak kita, maka apakah
saya akan mendapatkan sebuah pelajaran mengenai tanpa kekerasan? Saya kira
tidak. Saya akan menderita atas hukuman itu dan melakukan hal yang sama
lagi. Tetapi, hanya dengan satu tindakan tanpa kekerasan yang sangat luar
biasa, sehingga saya merasa kejadian itu baru saja terjadi kemarin. Itulah
kekuatan tanpa kekerasan."
Bosan... (Puisi tentang Kebosanan)
apa mereka gak tau kalo aku sedang bosan???
aku bosan dengan semua apa kata orang
aku bosan dengan kegiatan yg itu2 saja
aku bosan dengan tetap mengingat dia
aku bosan dicuekin dia
aku bosan kangen sama dia
aku bosan harus tertawa terbahak
aku bosan bila berjalan kaki seorang diri
aku bosan terus mengantuk
aku bosan mendengar
aku bahkan bosan bila harus berbicara
aku bosan mungkin dengan hidup ku di daratan
aku bosan dengan lagu yg itu2 saja
aku bosan dengan film yg itu2 saja
aku bosan dengan kata apa kabar
aku bahkan bosan bila harus membuka mata esok hari...
Oleh Merry Sinurat
Jeritan Hati para Prajurit... by MU5E...
Throw it all away --> buang saja semua
Let’s lose ourselves --> mari larut dalam kesia-siaan ini
'Cause there's no one left for us to blame --> krn kita tak berhak menyalahkan siapa-siapa
It's a shame we're all dying --> sungguh pahit, kami semua harus mati
And do you think you deserve your freedom --> dan kau pikir kau berhak atas kemerdekaanmu
How could you send us all far away from home --> teganya kau kirim kami jauh-jauh
When you know damn well that this is wrong --> padahal kau tahu ini salah
I would still lay down my life for you --> aku harus merelakan nyawaku untukmu
And do you think you deserve your freedom --> dan apakah kau berhak atas kemerdekaanmu
No I don't think you do --> tidak, kurasa tidak
There's no justice in the world --> tak ada keadilan di dunia
There's no justice in the world --> tak ada keadilan di dunia
And there never was --> sejak dulu
==========================
Soldier’s Poem = puisi prajurit
Prajurit yang menyalahkan pemerintah karena mengirim mereka untuk bertaruh nyawa dalam perang yang salah. Perang yang alasannya tidak masuk akal.
=>
lagu Soldier’s Poem ini merupakan sebuah jeritan para prajurit dan keluarganya, atas tugas mereka untuk berperang, padahal mereka tidak menginginkannya.
Bahagia Versi Ibliss...
Berbahagialah orang yang selalu mengharapkan pujian atas apa yang mereka perbuat. Aku bisa memperalat dan menunggangi ambisi mereka melalui pujian.
Berbahagialah orang yang memelihara hati yang terlalu sensitif, dimana dengan sedikit “sentilan” saja mereka tersinggung. Mereka akan kurang bersemangat di dalam bekerja dan akan segera menghilang bila harus melakukan pelayanan. Mereka ini adalah fansku yang setia.
Berbahagialah mereka para pembuat masalah. Mereka akan disebut anak-anakku.
Berbahagialah orang yang selalu mengeluh. Aku senang karena benih sengat-sengat yang kutabur bertumbuh subur di hati dan lidah mereka.
Berbahagialah mereka yang egois, suka mementingkan diri sendiri dan tidak peduli pada orang lain. Mereka adalah pengikut-pengikutku yang setia.
Berbahagialah mereka yang suka menggosip, karena mereka akan menimbulkan perpecahan dan pertengkaran. Ini sungguh sangat menyenangkan hatiku.
Berbahagialah orang yang mengaku mengasihi Tuhan, tetapi membenci saudara-saudarinya. Mereka akan hidup bersamaku selamanya sampai kapanpun.
Berbahagialah orang yang membalas kebaikan dengan kejahatan, penganiayaan dengan penganiayaan dan kebencian dengan kebencian. Mereka akan mendapat upah yang sama denganku di kegelapan.
Berbahagialah orang yang membaca tulisan ini dan merasa isinya pas untuk orang lain dan bukan untuk dirinya sendiri. Dia ada dalam cengkeraman tanganku.
Oleh : Indah Sipayung
LayanganKu... (Sebuah Kisah)
Kubersihkan,kurawat,kujaga,kumainkan dengan sangat hati2.. Aku selalu membanggakanmu,hingga tak kusadari waktuku habis tersita olehmu.. Setiap hari kau bisa terbang tinggi,melayang kekiri kekanan,berputar 360 derajat 3 kali,meliuk liuk.. Kita memang kompak.. Kau adalah layangan yang sangat tangguh,diikat dengan benang nilon yg sangat kuat.. Dan aku,aku tak mengatakan bahwa aku pemandu yang hebat.. Tapi aku sangat memahami gaya permainanmu,dan aku bisa menerbangkanmu sangat2 tinggi.. Seakan ingin menggapai awan,terkadang akupun sombong..
Sampai suatu hari angin kencangpun mengamuk.. Mengobrak abrikkan semuanya.. Aku pun berusaha menarikmu dengan sekuat tenaga,menggulung benang secepat mungkin,dan mempertahankan keseimbanganmu dengan mengikuti arah gerak angin.. Tapi kusadari kita sudah saling menyakiti,tapi aku tak memperdulikannya.. Kulilitkan benangmu ketanganku,berpikir ini mungkin akan lebih cepat.. Meski tangan sakit,aku sudah tak perduli..
Kulihat diatas sana kau sudah sangat kacau,kau semakin terkoyak.. Aku sangat sedih melihat kau disana semakin tak karuan.. Ya,kita sudah saling menyakiti,aku harus melepeskanmu.. Bukan aku tak bisa mempertahankanmu,tp aku tak tega melihatmu terkoyak bersamaku.. Labih baik aku melepasmu,bebas dan tak terluka bersamaku..
Ya aku akan melepasmu,meski aku tak kan ikhlas.. Selamat tinggal layanganku
Senyum...
Tergoda melihat ketekunan Ibu, aku segera mengambil kertas untuk menggambar. Tapi ternyata aku lupa dimana aku menyimpan kotak pensil warnaku. Merasa niatan terputus oleh tidak adanya sarana, aku jadi marah dengan kata-kata yang buruk.
Nenekku yang mendengar, segera memanggilku, dan mengucapkan nasihat: "Panggil dan sebutlah setiap benda yang sering kau gunakan dengan senyummu yang paling indah. Maka mereka juga akan memberikan keindahan yang lebih indah dari senyummu".
Mendengar itu aku terdiam, dan merasa bahwa itu ucapan-ucapan orang tua dulu yang sering tidak logis.
Tapi sekarang ketika terompah kakiku telah melangkah jauh melampaui ratusan ribu mil putaran bumi. Aku memahami. Bahwa ketika kita akan memulai sebuah pekerjaan, bagaimana mungkin kita bisa mendapatkan hasil yang baik, jika dimulai dengan hati yang rusuh dan terkotori.
Seperti tidak mungkinnya Musashi menorehkan kuasnya seperti pedang menetak galah pengering, jika didalam jiwanya terkotori oleh api dan debu dunia.
Senyum, dan keterlepasan kita dari noda pikiran dan hati, ternyata memang awal dari suksesnya sebuah karya.
Oleh Thiantana Pandji
Konsistensi dan Relevansi Gerakan Mahasiswa
Dari dulu gerakan mahasiswa mengiringi proses terjadinya perubahan-perubahan dalam setiap negara tidak lepas juga dalam sejarah yang ada di Indonesia. Mahasiswa yang notabene adalah agen perubahan serta berfungsi sebagai kontrol sosial tersebut memberikan kontribusi nyata dalam sejarah kita. Setelah terjadinya reformasi pada tahun 1998 lalu, ada banyak pergeseran dalam nilai gerakan mahasiswa yang terwujud. Dimulai dengan terbentuknya opini pada gerakan mahasiswa yang mulai ditunggangi oleh para elit politik dan elemen lainnya. Disitu menunjukkan inkonsistensi gerakan mahasiswa dalam berjuang menuntut hak-haknya yang sehingga tidak bisa terpenuhi. Seakan-akan gerakan tersebut menjual produk agar dapat dibeli oleh konsumen dan meraup keuntungan pribadi. Layaknya pedagang. Tetapi dalam hal ini mahasiswa yang bergerak menyuarakan aspirasinya tersebut seharusnya tidak bisa memperjual-belikan apapun yang dapat mempengaruhi nilai-nilai gerakan mahasiswa jadi tercoreng. Sehingga dapat mempertahankan nilai-nilai untuk kepercayaan umum terhadap gerakan mahasiswa. Ketika Hariman Siregar memimpin aksi dengan isu Cabut Mandat SBY-JK, banyak elemen yang ikut gabung dalam aksi tersebut. Baik itu masyarakat dan mahasiswa. Terlepas pada apa yang harus diperhatikan dengan jelas oleh mahasiswa sebagai aktivis gerakan adalah, ada di posisi manakah gerakan mahasiswa pada aksi 15 Januari 2007 yang lalu? Apakah benar-benar mengkritisi pemerintahan SBY-JK atas dasar pesan yang diterima dari masyarakat? Atau memang bergerak atas dasar adanya konsolidasi yang dikaitkan dengan para tokoh-tokoh Malari tersebut terutama Hariman Siregar berikut dengan kepentingan didalamnya? Ini merupakan tendangan yang cukup kuat bagi nilai-nilai gerakan mahasiswa yang selama ini mereka perjuangkan untuk adanya pelurusan opini bahwa gerakan mahasiswa sudah tidak ditunggangi oleh siapapun. Fakta membuktikan terbalik! Mahasiswa menunjukkan seberapa murahnya mereka sehingga mudah untuk disiasati. Walaupun ada perbedaan disaat teknis lapangan yang membentukkan sebuah pola yang beda dalam aksi tersebut. Semua dapat mengetahui dengan baik bahwa sebenarnya kenapa aksi Cabut Mandat itu bisa terbentuk? Karena memang para elit bangsa ini sedang gonjang-ganjing tak terlepas dari budaya feodalnya yang berkeinginan untuk diperhatikan lebih oleh Presiden SBY. Sepakat ketika pemerintah mengutarakan kepada mereka agar dapat membuktikan keberhasilan dan kegagalan pemerintahan SBY-JK ini pada pesta demokrasi dimulai lagi (PEMILU) karena biar bagaimanapun konstruksi demokratisasi di Indonesia medianya hanyalah pada saat pesta tersebut, dimana semua rakyat bisa menentukkan siapa pemimpin yang pantas untuk mendapat mahkota dan kekuasaan di Indonesia. Seperti yang sudah diungkapkan oleh juru bicara Kepresidenan Andi Malarangeng bahwa aksi tersebut adalah aksi-aksi yang seperti biasanya terjadi di depan Istana Negara, oleh karena itu hasil yang dicapai oleh adanya aksi Cabut Mandat SBY-JK tersebut bagaikan selentingan aspirasi yang mewarnai demokratisasi di Indonesia dalam masa kepemimpinan SBY-JK. Ketika para pendemo menilai adanya kelalaian dalam masa dua tahun pemerintahan sekarang lalu pemerintah menjawab dengan ukuran waktu periode masa kepemimpinan, maka pesan-pesan tersebut tidak akan bisa tercapai dengan pembentukan opini ke masyarakat. Karena kita dapat mengetahui, apabila memang presiden SBY tidak mempunyai masa lapangan akan tetapi presiden SBY terlihat seorang figure yang mempunyai banyak fans. Ini yang sangat menarik dalam kharismatik presiden SBY sekarang. Apakah mampu massa konkrit dilapangan dapat mengalahkan semua fans yang mengidolakan presiden SBY ini? Apalagi dengan melihat kondisi hedonitas sekarang. Maka siapakah yang akan ditertawakan? Cukup diamati saja apabila kekolotan dipelihara dengan baik maka kehancuran bangsa ada didepan mata. Sekaligus ini membuat tradisi yang tidak baik sehingga tidak membentuk kredibilitas yang tinggi untuk diwariskan kepada generasi-generasi penerus. Mengingat bahwa Indonesia merupakan Negara yang multikultural, majemuk, beraneka ragam dan lainnya. Jadi tidak bisa apabila sesuatu yang usang itu digunakan kembali di masa sekarang ini. Intinya adalah dulu yaa dulu, sekarang yaa sekarang dan jangan disamakan dong. Daripada kita (mahasiswa) turun ke jalan menuntut hak-hak orang kecil yang faktanya mahasiswa jarang bisa bersekutu dengan rakyat tersebut lebih baik kita aksi turun ke jalan menuntut subyektif kita yang meliputi keinginan orang lain. Contohnya seperti kita mengkritisi pemerintah yang tidak bisa untuk mengakomodir fantasi anak-anak jalanan yang putus sekolah untuk dapat merasakan fantasi yang diinginkan, atau kita aksi menuntut hak-hak kita sebagai mahasiswa dan pemuda kepada pemerintah untuk dibuatkan tempat berpacaran. Pemerintah tidak pernah memperhatikan hal-hal lain tersebut padahal hal itu cukup mudah dilakukan dan kita pun terkadang jadi lupa hak-hak yang tertinggal tersebut. Bukan berarti kita berpikir untuk individualistis akan tetapi mencari manfaat dari individualisasi untuk membentuk sebuah gerakan. Jadi yang bisa menilai konsistensi dan relevansi dari gerakan mahasiswa adalah masyarakat non konstitusional dan para mahasiswa sendiri. Ketika terjadinya pergeseran nilai gerakan ini maka kita harus bisa membuat formulasi untuk bergerak dan memfungsikan kita seperti sejarah-sejarah yang sudah mewarnai gerakan mahasiswa di Indonesia. *Sepenggal kisah lama
Irama Musim Bencana
Mengapa masih dingin hatiku Darah pemuda kini berhenti melaju Kaumku kini pulas terjaga Hanyut irama nikmatnya fana Tidaklah didengarnya.. Bunda pertiwi terisak-isak Menangis, memelas Disesah dicerca, dicabik-cabik Dan alam terbelalak Terusiklah... Tanpa kata, pula bicara porak-poranda lalu, si anak berdoa dalam pejamnya menitiklah rupa-rupa basah dukanya, belum pula sadar... Lagi-lagi bencana cuap-cuap saja si bapak ber-retorika bawa bala bantu berbendera mmm... belum pula sadar... Pula si raja malam Ketika terjaga Pagi meragu kunjung tiba Mau tak mau Pecah lagi, Pertiwi dalam duka si anak berlutut rendah-rendah bersujud tenggelam serata tanah hanyutlah doanya.. cukuplah... telah limbung dihantam angin telah meletup disengat bara telah hanyut diterjang basah telah roboh diguncang tanah Cukuplah kita Tibalah di tepinya jangan patah lagi Hiburlah Pertiwi bawa tawa bawa cita dalam wajah suka Indonesia Jaya..!
Streetball a.k.a. Perusak Basketball
Pada sebuah situs jejaring sosial, ungkapan ini pernah saya kemukakan dengan tegas. Dan respon yang saya dapatkan ketika ungkapan ini saya buat, amat mengejutkan mereka semua mengungkapkan beberapa hal yang pada intinya, mereka memberikan maksud bahwa mereka tidak menyukai anggapan ini. Karena, anggapan ini, tidak mempunyai dasar yang jelas.
Dikalangan anak muda pecinta olahraga, terutama permainan bola keranjang. Bola basket adalah jenis permainan yang sangat disenangi, permainan ini berkembang seiring dengan perkembangan olahraga lainnnya. Dalam permainan ini dikenal peraturan yang ada yang akan membatasi semua pemain yang ada sehingga tidak ada kecurangan yang bisa terjadi. Seiring dengan perkembangan permainan bola basket ini. Berkembang juga permainann bola basket yang unik dan sangat menarik yang dikembangkan oleh pemain bola basket yang ingin mengembangkan permainan mereka tidak sekedar memasukkan bola dalam keranjang, tapi juga melakukan permainan yang mengasikkan.
Streetball adalah Permainan yang cukup mendunia walaupun memiliki sedikit perbedaan. Menurut beberapa sumber, Streetball lahir di Venice Beach, sebuah pantai yang sangat indah di Amerika Serikat Di Indonesia permainan streetball juga semakin populer, selain menawarkan suguhan permainan basket yang menarik permainan ini juga menawarkan jiwa kebebasan bagi yang memainkannya. Dengan adanya event tahunan yang besar yang ada seperti LA Light Streetball, dan event-event lokal yang diadakan oleh komunitas pecinta streetball, membuat komunitas permainan ini makin berkembang. Spirit yang ada di permainan ini agak berbeda dengan spirit yang ada di permainan basket sesungguhnya. Kenapa permainana ini dikatakan berbeda dengan permainan bola basket. hal ini dikarenakan dalam permainan basket, permainan tersebut mengutamakan peraturan yang telah baku dan tujuannya satu yaitu memasukkan bola ke dalam keranjang lawan permainan ini simpel dan mempunyai peraturan yang jelas. Sedangkan permainan streetball tidak memiliki peraturan yang baku dan mengikat pemainnya dan tujuan permainan-nya bukan untuk memasukkan bola kedalam keranjang tapi untuk menunjukan permainan yang bagus, dan apabila bola masuk kedalamn keranjang itu menjadi nilai plus saja bagi permainan ini. Bisa dikatakan bahwa streetball merupakan pengembangan permainan dari bola basket. Jika diibaratkan sebuah kepercayaan bola basket dan streetball, adalah dua kepercayaan yang sama tapi mempunyai prinsip-prinsip dasar yang berbeda. Bola basket sebuah permainan yang kaku amatlah berbeda dengan streetball yang yang memiliki permainan yang sesuai dengan jiwa yang muda, lengkap dengan gaya yang unik dan trik-trik permainan yang bagus. Tentunya permainan yang menarik ini akan membuat pemain-pemain akan lebih tertarik memainkan permainan yang street daripada permainan yang kaku seperti permainan bola basket. Kemungkinan ini akan membuat permainan bola basket akan kesulitan mendapatkan bibit pemain yang bagus yang akan bermain bola basket.
Sebenarnya kekurangan bibit pemain basket yang ada tidak terlalu dipermasalahkan, jika ada pelatih yang dapat membimbing mereka dalam melakukan permainan, dan mengajarkan aturan-aturan yang keras berlaku di permainan bola basket. Namun yang terjadi di indonesia adalah sumber daya pelatih yang ada dan juga sukarela untuk mengajarkan permainan yang bagus. Sehingga jika tidak diajarakan peraturan tersebut maka kemampuan pemain-pemain yang baru mengenal permainan bola basket ini akan rusak oleh pelanggaran-pelanggaran yang sering dilakukan oleh permainan streetball.. tentunya hal ini dapat memperburuk perkembangan olahraga bola basket di Indonesia yang sudah buruk (kita tidak pernah melihat prestasi yang cukup membanggakan oleh atlet basket Indonesia).
Mungkin pemikiran inilah yang melandasi saya untuk membuat tulisan ini, tidak ada maksud tersembunyi yang saya dapatkan dari penulisan ini. Penulisan ini memang susah untuk membuktikan kebenarannya, namun maksud saya menuliskan ini hanya untuk kemajuan olahraga yang ada di Indonesia khususnya permainan bola basket . saya tidak memungkiri bahwa orang yang menyukai basket, juga akan menyukai permainan streetball oleh karena itu saya ingin sekali mengucapkan selamat berjuang kepada seluruh komunitas bola basket ataupun streetball keep spirit.
SALAM OLAHRAGA..
Skripsi ku Sayang, Skripsi ku Malang
Ngomgi soal skripsi/TA dkk,kykx dah jadi hal yg sangat amat membosankan even menyebalkan....Haha
Specially bagi para akademisi (baca:mahasiswa) tingkat akhir yg memang sedang dalam proses pengerjaan (including me of course!!)
not only our thinking but also our energy, time,money n fun, diperas habis2N demi selembar ijazah sarjana!! Capek bgt!!
Capek otak yg hrs truz b'pikir,walopun tak jarang otak yg ad dpke u/ plagiarism!!
Energi tentu saja...
Tiap malam
kseringN begadang G jls juntrungx...
Uang?Bgmn tdk?!
Ngeprint b'rim2: salah,perbaikan,salah,perbaikan;
for Fare:kunjungan kasih dg dosen,terkadang pulang dg sia2!!
Fun?! tak perlu dijelasin lagi..
Siapa seh yg 'iseng' memasukan skripsi dlm kurikulum n daftar subjek yg wajib d'ambl??
Sebenarx tak ad yg salah dg eksistensi si skripsi ini...Mahasiswany aj yg sering menyalah-nyalahkan skripsi!!
Padahal ia mengundang sejumlah besar potensi2 yg tersembunyi!
Mahasiswa jadi lebih pintar nulis,ngomng n b'pikir critically ,rajin baca,dsb. Walo terkadang pintar manipulasi masuk dlm paket.
Skripsi bukanx mau mempersulit hidup yg telah sulit...Tapi hanya memberikan kesempatan n tantangan utk berjuang.
Tak smuax dpt draih dg gampang dlm hdp ini brur!!
Life needs struggle.
Smuax dpt dijalani dg lbh mudah jika kita mau b'usaha n mohon pd yg Kuasa. ora et labora.
Jika tetap susah juga???
--
Never try to give up..
Never give up to try...
(spt yg dikutip temenku)
Oleh Dian MS
SAYA SETUJU UNTUK PRESIDEN MEMECAT KETUA KPU ABDUL HAFIZ ANSHARI
1.Daftar DPT kacau balau
2.Hak pilih orang dirampas dihilangkan
3.Hak memilih orang dicurangi
4.Kepercayaan orang terhadap pemilu berkurang, Golput bisa bertambah
5.Logistik Pemilu masih belum baik
6.Menjilat presiden di hari H dengan pura2 manis pantau pemilu di Cikeas ?
Silahkan komentar jika setuju terhadap opini ini, sebab kitatidak mau ada hak memilih yang dinodai pada PEMILIHAN PRESIDEN 2009
Sebuah Catatan dari Cahyo Baroto
Text widget
Popular Posts
-
Nongkrong malam di Tung Tau Tung Tau begitulah namanya diambil dari nama belakang pendiri Tung Tau akoh Mr. Fung Tung Tau dan Warung ...
-
Cerita Kali ini saya akan memberikan sejumlah Pendem (Kuburan dalam Bahasa Bangka) yang berada di Tengah Kota Pangkalpinang Kerkhof, ten...
-
Konon ini adalah salah satu status Facebook dari bang'Gonzales sebelum pertandingan Final AFF Indonesia vs Malaysia .... pokoknya Gokil ...
-
Kali ini saya ingin menampilkan Pesona Tersembunyi dari Perjalanan Fotograf saya di Jembatan Baturusa yang terletak di Kecamatan Merawang,...
-
Pelayan aneh Dari taufan@satelindo.co.id : Seorang pria masuk ke sebuah rumah makan dan duduk di satu-satunya meja yang tersisa. Setelah dud...
-
Prosesi Pernikahanku Pernikahan , yah pernikahan itu impian setiap manusia yang masih sendiri. Dan bagi saya pernikahan itu telah terja...
-
Edisi Hunting Photo Memang Gak ada matinya, pada tulisan kali ini saya mencoba menampilkan hasil Photo Photo Hunting saya di Ja...
-
Sungailiat kota Berteman (Bersih Tertib dan Aman) kota kecil yang ada di pulau Bangka Ini Menawarkan kehangatan Sore dan Malam yang Indah...
-
Menjadi “sama dan serupa” dengan remaja lain merupakan keinginan dari semua remaja. Saya ingat benar bagaimana sebagai seorang remaja dalam ...
-
Our Father in Heaven (Bapa Kami yang di Surga) Our Father who art in heaven, hallowed be thy name. Thy kingdom come. Thy will be done on ea...
0 komentar:
Yang Berkunjung, Wajib Komentar